Senin, 31 Mei 2010

Munajat Seorang Hamba

Artist: Hijjaz

Dikala malam sunyi sepi
Bani insan tenggelam dalam mimpi
Musafir yang malangini pergi membasuh diri
Untuk mengadap-Mu oh Tuhan

Lemah lutut ku berdiri
Di hadapan mu tangisanku keharuan
Hamba yang lemah serta hina
Engkau terima jua mendekati
Bersimpuh dibawah duli kebesaran-Mu

Tuhan hamba belum pasti
Bagaimana penerimaan-Mu
Dikala mendengar pengaduanku
Ku yakin Kau tak mungkiri
Dalam wahyu yang Kau nuzulkan
Kau berjanji menerima pengaduanku

Dan Kau berjanji sudi mengampunkan ku
Dari segala dosa yang ku lakukan

Ampunan-Mu Tuhan
Lebih besar dari kesalahan insan
Hamba yakin pada keampunan-Mu Tuhan
Bukan tidak redha dengan ujian
Cuma hendak mengadu pada-Mu
Tempat hamba kembali nanti di sana








Semoga bisa dijadikan sebagai pengetuk hati dalam suka duka. Selamat mencoba untuk menjadi lebih baik.

Sabtu, 29 Mei 2010

Mencintai

Rasa itu datang tanpa sebab. Itulah cinta yang merasuki anak adam. Itu adalah rasa fitrah yang harus dijaga. Sebab, sering juga rasa itu malah membuat kehinaan bagi pemiliknya. Sebaiknya, rasa itu harus segera disahuti dengan pernikahan. Menyempurnakan sebagian agama.

Hal yang paling menghalangi adalam hal ini adalah syetan. Dia akan berwujud ketakutan karena belum memiliki ma'isyah dan kemampuan. Padahal, jika keinginan itu tulus dan sudah memiliki sebagian saja dari persyaratan untuk itu, maka jalan terbaik adalah menyempurnakannya. Alasan yang juga sering adalah masalah akademik. Masih sekolah atau masih kuliah. Sebenarnya bukan sekolah atau kuliah patokannya. Melainkan kesanggupan fisik dan moral serta mental.

oleh karena itu, jika memang kondisi yang sangat belum mendukung maka jangan sekali-kali mengumbar rasa itu. Jika pun ia hadir, naka netralisirlah dengan berbagi cara. Berpuasa, mencari aktivitas yang menyibukkan hati agar rasa itu tidak sempat hadir. Atau meluapkan rasa itu tanpa harus diketahuai orang yang dicintai maupun orang lain. Kemudian bersungguh-sungguh lah memperlajari seluk beluk pernikahan dan mempersiapkan diri.

Bersabar untuk membangun kekuatan finasial dan mental merupakan tindakan terbaik. Dari pada sekedar merana memikirkan si dia atau menjadi angan-angan kosong yang tidak akan kesampaian. Sadarilah, bahwa orang yang kita sukai terkadang bbukan orang yang tepat dan sesuai untuk kita. Sehingga jangan pernah menganggap bahwa kalau tidak menikah dengan si dia maka semua akan berantakan dan tidak mau menikah. Rasa itu Allah berikan kepada insan yang berlainan jenis. Dan rasa itu merupakan wujud kasih sayang Allah.

Bekalilah diri dengan keimanan yang kokoh dan wawasan keislaman yang komprehensif. Agar menyempurnakan agama itu segera bisa dilangsungkan jka jetepatan ada yang nyantol di hati. Berhati-hatilah dalam hal ini. Pernikahan itu mulia. Jangan sampai ternodai dengan cara pendekatan atau pelaksanaan upacara yang menyalahi syari'at. Berkali diri dengan ilmu.Luruskan niat.

Yakinlah bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya. Ia akan memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya. Iman di hati adalah takaran kebaikan yang akan didapatkan. Jadi, jika memang belum mampu untuk menikah, tahan saja dulu cintamu. Perkuat keimanan dan pengetahuan. Dekatkan diri kepada Allah. Banyak berpuasa insyaAllah membantu. Pengetahuan menikah itu banyak. Dari awal sampai dengan kalau mau menikahkan anak kelak.Ya, semua peraturan hiduplah. Bagaimana hak dan kewajiban kita terhadap pasangan, terhadap orang tua, mertua, keluarga dari pasangan, keluarga kita, masyarakat dan sebagainya.

Sibukkan saja diri dengan persiapan. InsyaAllah Allah tidak akan menyia-nyiakan usaha yang dilakukan.

Bekerja terus. Beramal tiada henti. Berkarya tiada mati. Berdoa tak kenal kata putus.

Kamis, 27 Mei 2010

Mengungkapkan isi hati

Hari ini, belum berapa lama mentari bersinar. Tapi hangatnya sudah terasa membakar diri. Gerah. Yang secara tidak langsung membuat marah. Tersinggung sedikit aja, langsung naik pitam. Gondok yang luar biasa.

Dekapan akan pekerjaan membuat hati semakin bosan. Ingin berlari meninggalkan semua. Bersepi tenang di alam segar. Menghirup udara sehat penuh ketenangan.Di iringi gemericik air yang berderak. Menguraikan semua bahan yang berani masuk ke arusnya.

Dentuman waktu belum mampu menggerakkan diri. Masih berbalut sungkan dan berbusana enggan. Menaikkan bilangan ketidakmampuan berbuat sebuah makna untuk kehidupan. Bosan dan takut. Bosan dengan kondisi yang ada namun takut berbuat sesuatu yang di luar kebiasaan. Ingin membungkam semua yang bersuara. Ingin mendiamkan semua yang ribut. Diam. Tenang. Itulah yang membawa senyum diam dan tanpa ekspresi. Tatapan kosong seolah tanpa beban. Perilaku diam seolah tidak peduli. Sebagai ungkapan hati yang resah dan gelisah menjalani hidup yang payah.

Semua hanya membawa pada detik keterlupaan dari sekian masalah pelik. Karena memang sudah diberhentikan dari berbagai kinerja dan fungsi. Kediaman itu harus dijalani dan mau tidak mau harus diikuti. Kelahiran semua keisengan boeh jadi hadir dari situ. Tapi, kini iseng yang tak seberapa itu membuahkan hasil ayng luar biasa.

Ketersingkiran dan keterasingan melingkupi semua jiwa dan paradigma. Pikiran semakin picik. Semakin sempit. Mendatangkan keengganan untuk berkarya dan beramal dakwah. Semua hal yang mengusik diri karena terasa tidak sesuai dakwah hanya didiamkan. Karena memang di lahan ijtihadi. Dan kini hubungan itu sudah diberhentikan.

Posisi yang aneh. Walaupun sebenarnya dalam dakwah tidak mempedulikan struktur dan jabatan. Yah, pemahaman itu harus dihunjamkan di hati. Bukan di mana sekarang yang penting. Tetapi peran apa yang dilakukan. sekarang, saat ini. Apa pengaruhnya bagi dakwah. Pertanyaan sejenis harus bertabur di benak. Agar bisa eksis walaupun dari tepi.

Yah, eksistensi sebagai kader. Itu yang harus dijaga.

Lain lagi, pengaruh usia yang berkaitan dengan perkembangan biologis dan psikologis. Gerakan rasa fitrah itu menjadi lintasan yang tak kenal henti. Dan tak jarang membuahkan ketidakteratuaran amal bahkan kemaksiatan. Mengungkapkan isi hati adalah cara mengurangi tekanan lintasan itu. Lintasan itu harus dialihkan ke araah yang tidak salah. Setidaknya dilepaskan di daerah yang memiliki efek terkecil.

Semakin sensitif aja. Semakin aneh. semakin tertinggal.

Akankah ini menjadi kejadian yang direkamkan sejarah untuk diri? Melawan rasa itu tidak mudah. Mengaturnya juga tidak gampang. Ia berseifat bolak balik. Rasa itu erat dengan kondisi hati. Semoga saja beratubat dengan segera dan sungguh-sungguh.
Semoga sukses!!

Selasa, 18 Mei 2010

MENYIKAPI CINTA

Rasa itu hadir tanpa pemberitahuan. Ia merasuk ke dalam hati dan menjalar ke seluruh tubuh mengikuti aliran darah. Jika tersalah maka ia akan disusupi syetan. Maka, jadilah ia cinta yang dilandasi nafsu. Cinta itu pun akan berbunga syahwat yang kian membara mencari sasarannya. Dan ini lah yang sering menjadikan pemilik rasa itu melakukan, terkadang, hal-hal di luar hal yang dibenarkan.

Akan menjadi berbeda bila cinta itu mengalir seiring aliran darah dan ditaburi sinar hidayah. Maka ia akan menjadikan pemilik rasa itu semakin dewasa dan mendekat pada peciptanya. Boleh jadi kedu ahal ini silih berganti terjadi pada diri seseorang.

Rasa suka pada lawan jenis yang sering diidentikkan dengan cinta, sebenarnya adalah fitrah manusia. Allah sudah menyatakan yang demikian dalam surat Ali Imran ayat 14. Dan ia bukan dosa. Hanya saja penempatannya dan pengelolaannya bisa menjerumuskan ke lembah dosa jika tidak mengikuti rambu-rambu.

Sikap terbaik yang harus dilakukan untuk menyikapi rasa itu adalah:
1. Menyadari rasa itu adalah fitrah manusia dan tidak menyepelekannya.
Kehadiran rasa itu harus menyadarkan kita bahwa kita adalah hamba yang sangat lemah, sehingga untuk mengusir rasa itu pun kita tidak mampu. Ingatlah tata urutan cinta yang Allah paparkan dalam surat Attaubah ayat 24. Renungi ayat dan kandungannya dan sebarkan maknanya ke dalam hati. Rasakan cinta itu dalam hati. Di manakah posisinya? Sudahkah tepat sesuai surat Attaubah ayat 24?

2. Menjaga diri dari melanggar aturan pergaulan. Bahwa sebelum ijab kabul diucapkan, maka aturan syariat tentang hubungan lawan jenis masih berlaku. Jangan membuat orang yang kita cintai merasa bersalah dan berdosa. Karena boleh jadi, ketika dia tahu rasa itu ada di hati kita terhadapnya, dia akan merasa gagal menjaga hijabnya. Jangan siksa orang yang dicintai dengan perasaan bersalah. Tak perlu memberi sinyal-sinyal cinta sehingga dapat merusak komunikasi. Kata kuncinya adalah menjaga pandangan.

3. Menilai diri. Sudahkah layak dan sanggup untuk menyempurnakan agama? Karena rasa itu diberkahi dengan dijalinnya hubungan yang suci.Pernikahan.
Kalau belum, jagalah sikap dan adab terhadap orang yang dicintai. Sepatutnya kita memuliakan yang kita cintai bukan menghinakannya. Ingatlah, bahwa lelaki yang mengatakan rasa sukanya kepada seorang wanita tetapi ia tidak berani melamarnya seketika itu, maka ia adalah pendusta. Ia menjadi penggoda bagi orang yang dia sayangi.

4. Jangan berlaku keras terhadap rasa itu . Wajar sajalah. Semakin ia di tekan maka perlawanannya semakin kuat. Tapi jangan diikutkan. Sadari bahwa orang yang kita cinta itu juga manusia yang memiliki kekurangan. Kalaupun ia sempurna di mata kita, belum tentu ia yang terbaik dan tepat untuk kita. Karena hubungan itu bukan untuk pelampiasan keinginan saja. Tapi ada tujuan yang mulia yang harus ada ketika hubungan suci, pernikahan, itu dikibarkan. Banyaklah belajar ilmu tentangnya.

5. Isilah pikiran dan hati dengan hal yang bermanfaat. Memperbanyak zikir (membaca Al quran, shalat) dan mengadukan isi hati itu pada pemiliknya merupakan langkah utama yang tak boleh ditinggalkan. Luapkan rasa itu, mengadulah pada Allah, titiskan saja air mata itu dan rasakan kehinaan diri dan kekurangan diri. Ingatlah! Rasa itu adalah lintasan pikiran yang apabila tidak kita usik maka ia akan segera berlalu.Sama seperti oarang yang melintas di depan rumah kita. Jika ia kita sapa, maka ia akan berbicar banyak dan bisa mempengaruhi kita. Maka sapalah lintasan pikiran yang lain.

6. Jika rasa itu menuntut peluapan, maka luapkan saja pada media tulis alias buku diari. Jangan malu. Ungkapkan dan simpan rapi. Tetapi jangan dijadikan sebagai konsumsi umum dan jangan disebarluaskan kepada siapapun. Bahkan boleh jadi dengan begitu ada kesempatan untuk berkarya melalui tulisan. Bukankah dakwah dengan pena itu juga pernah dilakukan Rasul saw. Tapi jangan coba untuk menuliskan sesuatu dengan tujuan agar di baca si dia.

7. Hindari hal-hal yang mengingatkan kita pada si dia.

8. Berbenah diri. Siapkan diri untuk pantas dan dan layak untuk mendampinginya. Jalin komunikasi dengan orang tua dan pihak terkait (red: Murabbi). Jika sudah mantap maka majulah ke jenjang selanjutnya. Sempurnakan agama denga menikah, separuhnya lagi denga bertakwa.

9. Jangan ngotot. Jangan berpikiran picik, bahwa dia satu-satunya yang tepat. Maka tujuan memuliakan dan bertakwa juga dakwah harus dijadikan pokok pikiran utama dalam proses pernikahan. Tujuan kita adalah ridha Allah bukan sosoknya itu. Bukankah Allah maha tahu? Siapakah yang lebih tahu mana yang terbaik buat kita selain Allah azza wa jalla?

10. Jika masih harus menunda, bersabarlah. Perbanyak benteng diri. Berpuasa. Begitu kata Rasul saw dalam haditsnya. Dan teruslah berbenah diri untuk menjadi pantas dan mampu.

11. Senantiasalah menjalin cinta yang lebih kuat kepada Allah daripada selainnya. Buktikan cinta itu dengan mengikuti Rasul-Nya. Seperti apa yang Allah cantumkan dalam surat Ali Imran ayat 31.

Semoga Allah mudahkan semua orang yang memelihara dirinya dari kehinaan. Yang bersusah payah untuk menjadi manusia yang tidak sama dengan binatang. Fa'tabiiru yaa ulil albaab. Wallahua'lam bish shawab.

Untuk Calon Suamiku : Jadilah Pemimpin yang Adil

By: Eva Ps El Hidayah

Seperti yang telah di tulis Untuk Calon Isetriku maka sama halnya aku pun tak melihat ketampanan wajahmu; aku tak meliahat harta yang kau miliki; juga aku tak melihat status sosialmu. Keteguhan iman dan semangat juangmu dalam membela Diinul Islam-lah yang membuat pilihanku jatuh padamu, tidak lebih.

Sebab aku sadar, ketampanan akan sirna bersamaan dengan lanjutnya usia. Harta yang kau miliki pun dalam sekejap bias punah jika Allah menghendaki, begitu juga status sosialmu akan tidak berarti apa-apa bila kelak kau sudah terbujur kaku menjadi mayat. Semuanya itu hanya akan menyesatkan dan menyeret kita kepada api naar (neraka) jika tidak kita peruntukan pada jalan Allah SWT.

Pilihanku seperti itu memang terdengar aneh. Tapi engkau harus tahu, jangan kau sangka semua wanita berfikir materialistis dalam memilih jodoh. Jangan kau samakan wanita muslimah dengan wanita lainnya. Bagi wanita muslimah, bukan harta, status sosial atau pun ketampanan wajah, melainkan keimanan dan ketakwaanlah yang menjadi ukuran. Begitulah yang Rasulullah saw ajarkan. Begitu juga yang pernah dikatakan oleh Al Hasan bil Ali r.a. “Nikahilah dengan pria yang paling besar takwanya kepada Allah SWT sebab, bila mencintai Istrinya, ia menghormatinya. Dan bila marah, ia tak akan berbuat zhalim terhadapnya”.

Calon suamiku, kelak kau pantasnya menjadi pemimpinku. Kau berjalan satu langkanh didepanku, dan bukan disampingku, dan bukan juga di ats kepalaku. Seperti yang telah Allah firmankan :
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka) …” (QS. An Nisa : 34)

Engkau pun tak boleh berjalan di belakangku, seperti bebek peliharaanku : yang berjalan bila ada isyarat telunjukku dan menuruti segala keinginanku tanpa reserve, Rasulullah sangat mencela suami seperti itu : “Celakalah suami yang menjadi budak isterinya.” (Al Hadits)

Calon suamiku, bila kelak menjadi nahkoda bahtera kehidupan dan pepimpin Negara kecil yang berdaulat; yakni rumah angga jadilah pemimpin yang adil dan bijaksan. Seperti yang engkau tahu, pemimpin yang adil, adalah satu dari tujuh golongan yang akan Allah beri naungan pada hari yang tidak ada lagi naungan (hari-akhir). Juga Allah SWT perintahkan dalam firmanya :

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan…….” (QS. An Nahl : 90)
Engkau kelak yang harus membimbing kami menjadi para pewaris Jannah (Surga) dan menyelamatkan anak isteri dari api neraka (Naar) : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Naar (neraka) yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaga malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim 6)

Ingatlah calon suamiku kitalah yang akan menciptakan rumah tangga sakinah, yang bagaikan Jannah (Surga), Baiti Jannati. Tempat kita melepas lelah setelah seharian kau memeras keringat mencari nafkah ; tempat melepas kasih sayang dan kerinduanmu pada isteri, dan buah hati tercinta. Disana pula tempat kita berteduh dari panas dan hujan, tempat kita berbincang tentang hari esok dan masa depan.

Calon suamiku, kau pun tahu, tidak ada rumah tangga sakinah yang patut kita teladani kecuali rumah tangga Rosulullah saw; tidak ada suami yang lebih kasih kepada keluarganya sekasih Rosulullah saw.
Suatu ketika Rosulullah saw pulang larut malam. Didapatinya rumah sudah terkunci rapat. Diketuknya pintu rumahnya beberapa kali dengan perlahan, tapi tak ada jawabannya : sepi. Tampaknya isterinya tercinta Siti Aisyah sudah tertidur lelap. Rosulullah saw tak ingin menggangu kenikmatan isterinya, beliau tak tak hendak membangunkannya. Beliau pun lantas membentangkan kain di dekat pintunya dan merebahkan badannya : tidur berselimutkan aingin malam yang menerpa dingin menembus tulang sumsum.

Tatkala Aisyah mendapati suaminya seperti itu, bertapa kagetnya ia, bertapa rasa berdosa menghujam hatinya. Sambil tersedu dan bersimpuh ia meminta maaf. Rosulullah hanya tersenyum dan berkata : “Apa yang harus kumaafkan isteriku? Kau tidak bersalah, aku sangat leleah dan perlu istirahat.” Lalu digandengnya isterinya masuk. Wahai calon suamiku, apakah Rosulullah saw ketika pulang itu dalam keadaan segar bugar? Tidak, sama sekali tidak. Pada saat itu, beliau tentu dalam keadaan letih setelah seharian mengurus ummat. Tapi beliau tak menjadikan isterinya bulan-bulanan marahnya karena kelelahan. Beliau pun tak menampar ataupun memukul isterinya atas kelalaiannya. Bertapa Rosulullah saw menghormati dan menghargai isterinya, bertapa beliau memahami kaeadaan isterinya. Begitulah rumah tangga yang dibimbing Dienul Islam.

Wahai calon suamiku, aku sadar bahwa aku dan anak-anakmu nanti kelak adalah cobaan bagimu, tapi harus kau tahu, aku tak akan menghalang-halangi engkau untuk berjuang di jalan Allah. Jangan kau merasa berat untuk menginggalkan kami, berangkatlah kalau itu memang panggilan Allah. Berjuanglah untuk menegakkan kalimatullah. Dan janganlah mundur walau sejengkal, aku tak tak suka itu. Aku tak ingin punya suami pengecut ! aku ingin kau jadi buah tutur yang baik, baik bagi anak cucu kitakelak agar mereka bangga mempunya ayah seorang mujahid. Dan engkau harus menjadi figur bagi mereka, jadi panutan dan uswah yang baik.

Bila engkau harus syahid di jalan-Nya. Dengarlah : Kuharamkan untuk menjerit dan melolong-lolong meratapi kepergianmu. Akau akan mengambil alih tugasmu mengayuh biduk yang kau tinggalkan. Aku mengikhlaskan engkau menghadap-Nya, aku tidak akan goyah dengan kepergiannamu, sebab aku yakin : Innallohuma’ana, Allah berserta kami.

Dan bila kelak keturunanmu sudah dewasa, mereka harus seperti ayahnya : teguh memperjuangkan Dienul Islam, berbaris dalam shaf terdepan bila ada seruan Allah, bukan pengecut dan bukan penghianat. Mereka bukan orang yang memeberikan pipi kiri bila di tampar pipi kanan. Mereka tak mengeluh bila datang cobaan. Dan mereka juga sepertimu : tidak pernah kering menyebut asma Allah. Dan aku akan dengan sekuat tenagaku mengantarkan mereka mengikuti jejak dan langkahmu.
Terakhir calon suamiku, aku sedikitpun tidak akan mencegah untuk menafkahkan rizki kita di jalan Allah. Jangn kau jadikan untuk kikir karena menafkahi keluarga.sebab dari harta itu bukan semata-mata karena cucuran keringatmu dan tetesan darahmu, tapi itu merupakan rizki yang Allah SWT curahkan untuk hamba-Nya. Jangan merasa berat; kita lahir kedunia tidak membawa apa-apa dan kita pun mati tidak akan membawa apa-apa kecuali amal shalih kita.

Calon suamiku, apa yang aku tuturkan disini bukanlah manis dibibir semata, tapi aku tulus dan sungguh-sungguh. Menginginkan calon suami yang benar-benar menjalankan misi dakwahnya hanya karena Allah SWT.

Dari calon Isterimu mujahidah Dakwah.
Wallahu’alam bish showab.

Untuk Calon Isteriku : Rebutlah Gelar Wanita Sholehah

By: Eva Ps El Hidayah

Pertama-tama adalah mesti engkau sadari, bahwa sesungguhnya aku akan menilai kecantikan wajahmu di balik jilbab yang engkau kenakan, serta harta yang kau miliki sebagai daya tarik untuk menikahimu.
Tapi kecantikan hati, prilaku, serta ketaatanmu pada Diinul Islam itulah yang paling utama.
Memang hal ini kelihatannya sangat musykil di jaman yang sudah penuh dengan noda-noda hitam akibat perbuatan manusia, sehingga wanita-wanitanya sudah tidak malu-malu lagi untuk menjual kecantikannya dan berlomba-lomba memperlihatkan aurat dengan sebebas-bebasnya demi memuaskan hawa nafsu jahatnya. Namun itulah yang diajarkan Rosulullah tercinta kepada kita melalui haditsnya : “Janganlah engkau peristrikan wanita karena kecantikan wajahnya, karena boleh jadi kecantikannya itu menghinakan/merendahkan martabat mereka sendiri. Dan janganlah pula kamu peristrikan wanita karena harta benda, karena hartanya itu menyebabkan mereka sombong. Namun peristrikan mereka (wanita) atas dasar Diinya (agamanya). Sesungguhnya budak yang hitam legam kulitnya tetapi Diinya baik, lebih patut (kamu peristri dari selainnya)” (HR. Bukhari). Dan Allah pun tak akan menilai kebagusan wajah dan bentuk jasadmu, tapi Dia menilai hati dan amal yang kau lakukan.

Hendaklah engkau yakin bahwa wanita-wanita salafussoleh adalah panutanmu, yang telah mendapat bimbingan dari Nabi Muhammad saw. Contohlah Ummu Khomsa’ yang tersenyum gembira mendengar anak-anaknya gugur syahid di medan perang. Tentu engkau heran, mengapa seorang ibu seperti itu? Jawabanya adalah karena dia cukup yakin bahwa Jannah (Surga) telah menanti anaknya di akhirat, sedangkan engkau tahu tak seorangpun yang tidak menginginkan akhir hidup ini di tempat yang penuh kenikmatan itu. Katakanlah kepada anak-anakmu kelak : “…janganlah kamu bimbang dan takut wahai anak-anakku. Aku lebih gembira kalau kamu syahid daripada hidup sibuk mengumpul-ngumpulkan harta dan memburu pangkat. Maka kalu kamu semua ingin termasuk ke dalam golongan pejuang-pejuang Islam yang benar-benar memperjuangkan hak Allah dan Rasulnya, serahkanlah dirimu dengan ketakwaan yang kuat dan tanamkan dalam hatimu iaman serta keinginan untuk menemui-Nya secara syahid.
Bayangkanlah bahwa Jannah (Surga) sedang menanti, bersama para bidadari yang sedang berhias menanti kekasih-kekasihnya yaitu kamu sendiri”. Sepertifirman Allah SWT :
“Dan (di dalam Jannah itu) ada bidadari-bidadari bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik” (QS. Al Waaqiah : 22-23).

Calon isteriku ajarkanlah pada anak-anakmu kelak, bahwa hidup dalam Islam tidak berarti mencari kenikmatan semu di dunia ini, sehingga mereka bersenang-senang di dalamnya dan lupa akan akhirat. Padahal Rasulullah mengajarkan bahwa “Ad dunya mazra’atul akhirah” (dunia adalah ladang akhirat). Jadi dunia bukanlah tujuan akhir, tapi hanya sekedar jembatan untuk menuju kehidupan akhirat yang lebih baik dan kekal. Sehingga mereka mengerti bahwa mencari keridloan Allah adalah berarti pengorbanan yang terus-menerus. Seperti firman-Nya :
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya”. (QS. AL Baqarah : 207)

Akhirnya merekapun tahu bahwa jalan yang mereka pilih itu tidak menjanjikan harta di dunia ini yang banyak, rumah mewah, kendaraan yang hebat, atau kasur-kasur yang empuk, pangkat, dan wanita, tapi jalan mereka adalah jalan yang penuh duri-duri cobaan serta seribu satu macam tantangan. Karena Allah tak akan memberikan Jannah (Surga) kepada kita dengan harga yang murah. Berdo’alah kepada-Nya agar engkau lahirkan kelak anak dari perutmu itu seorang anak pewaris pejuang Rasul-rasul dan Nabi-nabi-Nya yang senantiasa mereka mendo’akan kita. Didiklah mereka agar taat dan berbuat baik kepada kita serta tidak menyekutukan Allah, seperti yang diwasiatkan Lukman kepada anak-anaknya. Fahamkanlah mereka bahwa pewaris perjuangan para Rasul dab Nabi bukanlah berarti mereka hanya menjadi pejuang di medan jihad, tapi juga seorang abid di malam hari. Anak kita kelak adalah amanah dari-Nya, oleh sebab itu Allah akan murka seandainya kita menyia-nyiakan. Pembentukan pribadi anak-anak itu sangatlah tergantung kita selaku orang tua yang mendidiknya. Apakah ia akan menjadi orang yang beriman atau sebak\liknya. Hendaklah engkau perhatikan dan jaga makanan untuk mereka, pergaulannya yang akan mereka jalani/ikuti.

Calon isteriku jadilah engkau seperti Maryam yang dapat mendidik Isa a.s. di tengan-tengah cemoohan dan cacian masyarakat; atau Siti Asiyah yang dapat memupuk keimanan Musa a.s. di dalam istana yang penuh dengan kedurhakaan dan kekufuran; Kemudian Masyithoh yang mampu menetapkan hati anak-anaknya walaupun harus menghadapi air yang mendidih, demi kebenaran; Atau seperti Siti Khodijah r.ha., Aisyah r.ha., Sayidina Fatimah r.ha. yang membesarkan anak-anaknya dengan sabar, di tengah-tengah kemiskinan.

Bila engkau telah memahami tugas terhadap anak-anakmu dalam Islam maka mudah-mudahan Allah SWT akan memberkati kita dengan memberikan kelak anak-anak yang sholeh, yang bersedia mengorbankan nyawanya demi mematuhi perintah Allah SWT. Seharusnyalah engkau faham juga bahwa dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita sholehah. Dan salah satu ciri yang harus engkau miliki jika ingin menjadi wanita sholehah adalah sedia untuk taat terhadap suami kelak. Seperti yang telah difirman Allah SWT dalam QS. An Nisa : 34, bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi wanita dan istri yang baik adalah mereka yang setia (taat) kepada suami dan selalu memelihara kehormatan dirinya selama suaminya tiada di rumah.

Hendaklah engkau berbeda dengan wanita-wanita saat ini yang banyak melalaikan suami dan anak, mereka lebih sibuk dengan karir, arisan, undangan atu menyia-nyiakan uang dan waktu dengan hal-hal yang tidak berguna, serta cenderung pamer wajah dan aurat kepada bukan muhrimnya. Carilah ridlo suami melalui cara-cara yang telah disyariatkan Islam, karena Rosulullah saw telah bersabda : “Wahai Siti Fatimah, kalu engkau mati dalam keadaan Ali r.a. tidak ridlo padamu niscaya aku ayahandamu tidak akan menyolatkan jenazahmu”.

Calon isteriku jadilah engkau perhiasan yang tinggi nilainya dalam rumah tangga, dan sumber penyejuk dan kebahagiaan hati suami, berhiaslah engkau untuk menyenangkan suami, jagalah hatinya agar engkau tak menyakiti dia, walaupun dengan hal-hal kecil. Katakanlah kepada ku kelak jika aku akan berangkat mencari nafkah : “Wahai suamiku, carilah rezeki yang halal disis Allah. Jangan pulang membawa rezeki yang haram untuk kami. Kami rela berlapar dan hidup susah dengan makanan yang halal”.

Dan janganlah engkau cegah, jika aku hendak meninggalkanmu berlari-lari karena memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya. Tabahlah seperti tabahnya Siti Hajar dan Ismail ditinggalkan Ibrahim a.s. di tengah padang pasir yang tandus. Dan disinilah kau harus siap-siaga untuk mengorbankan waktu dan tenagamu untuk mendampingi calon suamimu dalam berdakwah dan berjihad di jalan Allah SWT.
Jika aku mengikuti jejak Yasir, maka ikutilah di belakangnya sebagai Sumayah. Bila suamimu mengatakan kepadamu : “Perjuangan itu pahit”, maka jawablah olehmu : ‘Jannah (Surga) itu manis’.

Inilah kiranya yang ingin para calon suami kader dakwah yang ingin disampaikan padamu, hendaklah engkau fahami dan ikuti seperti apa yang telah tadi ditunjukkan. Tapi harus diingat bahwa kau lakukan semua ini hanya karena Allah SWT, bukan karena calon suamimu. Semoga Allah akan meridloi kalian dan memberi kemudahan dalam mengikuti petunjuk-Nya. Amin

Dari calon suamimu mujahid Dakwah.
Wallahu’alam bish showab

Senin, 17 Mei 2010

Saat Jatuh Cinta

Aku sadari bahwa rasa ini tidaklah dosa. Tetapi kesalahan menyikapinya bisa membuat jadi berdosa. Dan aku tidak bisa membohongi hatiku bahwa aku memiliki rasa simpati dan kekaguman pada seorang yang menawan di mataku. Aku tau dia tidaklah sempurna. Tapi tak tahu kenapa aku merasa dialah yang bisa membuat aku semakin berarti.

Untukmu yang kucinta
Perasaan ini tak akan aku utarakan padamu karena memang tak layak. Aku hanya akan sampaikan isi hatiku ini padamu jika memang takdir sudah nyata bahwa aku halal untukmu.
Aku mencintaimu. Tanpa sebab. Karena cinta ini hadir seketika dan tak pernah kuundang. Aku semakin sakit disaat ia kuusir. Aku sadar, cintaku tetaplah kuutamakan pada-Nya. Terus terang cintaku padamu tak sebesar cintaku padamu. Karenanya, rasa ini hanya akan membawaku pada kebaikan. Takkan aku tampakkan. Biarlah dirimu ada dihatiku sebagai rasa fitrah. Tak lebih. Semoga Dia kuatkan aku menjaga rasa ini agar tidak menjadi fitnah. Aku tahu ungkapan via tulisan ini akan menuai kontroversi. Tapi aku hanya menetralkan hati dengan mengungkapkannya. Walaupun semua terapi hati yang kuketahui sudah kulakukan, tetap saja ia menggelora dan sering menjadi bayangan yang dihiasi nafsu.

Aku mencintaimu. Aku tahu aku bukan seorang yang luar biasa. Aku juga tidak berharap engkau sempurna. aku hanya ingin engkau semakin berarti dengan kebersamaan yang tercipta, semoga. Aku ingin engkau menjadi penyokong kelemahanku. Dan aku berharap bisa meneguhkanmu dan menambah daya peranmu di dalam kebaikan.

Semoga pertemuan itu semakin nyata. Walaupun pada akhirnya, tidak bertemu, aku yakin perasaan ini akan berganti arah kepada yang Allah berikan. Rasa ini akan tetap ada dan akan memuliakanmu. Bukan salahmu.

Aku sungguh ingin menjadi pendampingmu. Memberikan apa yang aku mampu untuk membuatmu bahagia. aku cinta padamu.

Sabtu, 15 Mei 2010

Menjaga Hati, Lisan, Mata dan Telinga

Imam Al-Ghazali mengatakan, mereka yang selamat dalam Ramadhan jika berada dalam kategori khususul khusus atau al-Khawwas. Mereka menjaga telinga, mata, lisan, tangan dari maksiat

Hidayatullah.com--Jika ada yang bertanya, sudah berapa kali anda berpuasa Ramadhan? Tentu kita bisa menjawabnya dengan mudah. Tapi jika pertanyaan itu diteruskan, apa hasil puasa anda selama itu? Terhadap pertanyaan tersebut, biasanya kita sulit menjawab. Mengapa? Dibandingkan dengan hikmah dan fadhilah yang ditawarkan Ramadhan, rasanya terlalu sedikit yang telah kita capai.

Revolusi kejiwaan yang semestinya terjadi setelah kita berpuasa sebulan penuh hingga puluhan kali Ramadhan masih juga belum kunjung tercapai. Yang terjadi justru hanyalah rutinitas tahunan: siang hari menahan diri dari lapar dan dahaga, selebihnya tidak terjadi apa-apa.

Imam Al-Ghazali mengelompokkan kaum Muslimin yang berpuasa dalam tiga kategori. Pertama, mereka yang dikelompokkan sebagai orang awam. Kelompok ini berpuasa tidak lebih dari sekadar menahan lapar, haus, dan hubungan seksual di siang hari Ramadhan. Sesuai dengan namanya, sebagian besar kaum Muslimin berada dalam kelompok ini.

Kedua adalah mereka yang selain menahan lapar, haus dan hubungan suami isteri di siang hari, mereka juga menjaga lisan, mata, telinga, hidung, dan anggota tubuh lainnya dari segala perbuatan maksiat dan sia-sia. Mereka menjaga lisannya dari berkata bohong, kotor, kasar, dan segala perkataan yang bisa menyakiti hati orang. Mereka juga menjaga lisannya dari perbuatan tercela lainnya, seperti ghibah, mengadu domba, dan memfitnah. Mereka hanya berkata yang baik dan benar atau diam saja.

Dikisahkan dalam kitab Ihya-ulumuddin, bahwa pada masa Rasulullah saw ada dua orang wanita. Pada suatu hari di bulan Ramadhan, saat mereka sedang berpuasa, rasa lapar dan haus tak tertahankan lagi hingga hamper-hampir saja menyebabkan keduanya pingsan. Maka diutuslah seorang pria untuk menghadap Rasulullah saw untuk menanyakan, apakah mereka boleh membatalkan puasanya. Rasulullah saw tidak langsung memberi jawaban, akan tetapi beliau justru mengirimkan sebuah mangkok, kemudian berpesan kepada utusan tersebut: “ Muntahkan
ke dalam mangkok ini apa yang telah dimakan”.

Peristiwa ini nampaknya mengundang perhatian banyak orang. Mereka yang menyaksikan peristiwa itu sangat terkesima melihat salah seorang wanita itu memuntahkan darah segar dan daging lunak sebanyak setengah mangkok, wanita satunya lagi pun memuntahkan hal yang sama hingga mangkok tersebut menjadi penuh. Setelah itu Rasulullah bersabda: “Dua perempuan tadi telah merasakan apa yang oleh Allah dihalalkan bagi mereka dan telah membatalkan puasa mereka dengan melakukan hal-hal yang dilarang Tuhan. Mereka telah duduk bersama dan bergunjing. Darah dan daging segar yang mereka muntahkan adalah darah segar orang yang telah mereka gunjingkan”.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda: “Ada lima perkara yang membatalkan puasa, yaitu: berbohong, bergunjing, memfitnah, mengucapkan sumpah palsu, dan memandang dengan nafsu”.

Kelompok kedua ini juga bisa menjaga mata dari melihat segala sesuatu yang dilarang syari’at. Matanya tidak dibiarkan liar memandang aurat perempuan atau lelaki yang tidak halal, baik secara langsung, maupun melalui tontonan televisi, gambar dan foto. Mereka sadar bahwa mata adalah panahnya setan, jika dibiarkan liar maka mata itu bisa membidik apa saja dan nafsu manusia cenderung membenarkan dan mengikutinya. Tentang bahaya pandangan ini, Rasulullah mengingatkan: “Pengaruh ketajaman mata adalah hak. Bila ada sesuatu yang mendahului taqdir maka itu adalah karena pengaruh ketajaman mata”. [HR. Muslim]

Tak kalah pentingnya adalah menjaga telinga dari mendengar segala sesuatu yang menjurus kepada maksiat. Mereka yang termasuk kelompok ini tidak akan asyik duduk bersama orang-orang yang terlibat dalam perbincangan yang sia-sia. Termasuk perbuatan sia-sia adalah mendengar lagu-lagu yang syairnya tidak mengantarkannya pada mengenal kebesaran Allah. Mereka juga meninggalkan percakapan penyiar dan penyair yang menghambur-hamburkan kata tanpa makna.

Mereka segera meninggalkan orang yang sedang ghibah, apalagi memfitnah, karena mereka sadar bahwa orang yang mengghibah dengan orang yang mendengar ghibah itu sama nilai dosanya. Maka alternatifnya hanya dua, yaitu mengingatkan atau meninggalkan majelis tersebut.

Dalam hal ini Allah berfirman; “Maka janganlah kamu duduk bersama mereka sampai mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian) tentulah kamu serupa dengan mereka”. [QS. An-Nisaa: 140]

Di bulan Ramadhan, kelompok ini juga menutup telinganya rapat-rapat dari segala suara yang dapat mengganggu konsentrasinya dalam mengingat Allah. Sebaliknya, mereka membuka telinganya lebar-lebar untuk mendengar ayat-ayat suci al-Qur’an, mendengar majelis ta’lim, mendengar kalimat-kalimat thayibah, dan mendengar nasehat-nasehat agama. Ketekunan dan kesibukan menyimak kebaikan dengan sendirinya akan mengurangi kecendrungan mendengar sesuatu yang sia-sia, apalagi yang merusak nilai ibadahnya.

Selebihnya, mereka juga menjaga tangan, kaki, dan seluruh anggota tubuhnya dari segala yang dilarang syari’ah. Mereka menjaga tangannya dari memegang sesuatu yang tak halal. Mereka juga mengendalikan kakinya dari melangkah ke tempat yang haram. Demikian juga terhadap perutnya, mereka menjaga agar perutnya hanya diisi makanan yang halal saja. Baik ketika sahur maupun pada saat berbuka puasa.

Dalam pandangan Islam, makanan haram itu sama dengan racun, sedangkan makanan halal itu adalah obat, jika diminum sesuai dengan porsi dan dosis yang tepat. Tapi jika jika dikonsumsi secara berlebihan, maka makanan itu bisa berubah menjdai racun yang sangat membahayakan kesehatan tubuh. Itulah sebabnya, orang-orang yang berpuasa secara benar terlatih untuk hanya memakan makanan dan minuman yang halal saja. Itupun dalam takaran dan dosis yang normal, tidak berlebih-lebihan. Mereka tidak akan berbuka puasa dengan cara makan dan minum berlebih-lebihan.

Jika kaum Muslimin berpuasa seperti puasanya kelompok yang kedua ini, sungguh akan terjadi perubahan social yang luar biasa. Antara sebelum dan sesudah Ramadhan pasti ada perubahan sikap, perilaku, dan tindakan yang khas. Jika perubahan itu dilakukan oleh sebuah masyarakat yang hidup dalam sebuah Negara yang bernama Indonesia, maka revolusi moral pasti terjadi secara nyata.

Tak perlu dibentuk Komisi Anti Korupsi, karena sudah tidak ada lagi pelakunya.
Sayang, untuk target minimal tersebut kita masih belum bisa melakukannya. Akibatnya, antara sebelum dan sesudah puasa tidak terjadi apa-apa. Yang sebelum Ramadhan merokok, sesudah puasa kembali merokok. Bila sebelum puasa korupsi, sesudah puasa, praktek itu diulangi kembali. Padahal jika target menjadi kelompok kedua ini tercapai, separoh permasalahan Negara dan bangsa bisa diatasi. Apalagi jika kita bisa mencapai target yang lebih tinggi, menjadi kelompok ketiga.

Adapun kelompok ketiga, menurut Al-Ghazali adalah mereka yang berada dalam kategori khususul khusus atau al-Khawwas. Mereka tidak saja menjaga telinga, mata, lisan, tangan, dan kaki dari segala yang menjurus pada maksiat kepada Allah, akan tetapi mereka juga menjaga hatinya dari selain mengingat Allah. Mereka mengisi rongga hatinya hanya untuk mengingat Allah semata-mata. Mereka tidak menyisakan ruang sedikitpun dalam hatinya untuk urusan duniawi. Mereka benar-benar mengontrol hatinya dari segala detakan niat yang menjurus pada urusan duniawi.
[Hamim Tohari/www.hidayatullah.com]

Senin, 10 Mei 2010

Iman dan Jati Diri Manusia

oleh: Al-Ikhwan.net
Abu Anas

Makna Iman
Iman secara bahasa adalah kebalikan dari Kufur; yaitu pengakuan yang terpatri dalam hati sementara kufur adalah ketiadaan pengakuan.
Adapun iman secara syara’ adalah Membenarkan dalam hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan perbuatan .
Dari definisi dapat kita fahami bahwa iman adalah tambatan hati yang diucapkan dan dilakukan dalam berbagai perbuatan. Karena itu Iman memiliki prinsip dasar segala isi hati, ucapan dan perbuatan yang sama dalam satu keyakinan, maka orang-orang beriman adalah mereka yang didalam hatinya, disetiap ucapannya dan segala tindakanya sama. Sebagaimana orang beriman dapat juga disebut dengan orang yang jujur atau orang yang memiliki prinsip. atau juga orang yang pandangan hidup yang jelas dan sikap hidup yang teguh tanpa terombang-ambing oleh silaunya kehidupan dunia.

Pembagian Iman
Iman itu ada dua macam
1. Iman yang Hak; yaitu iman yang ditujukan kepada Allah, Rasul, kitab-kitab, malaikat, yaumil Akhir dan taqdir, senantiasa mengarahkan hidupnya karena Allah dan sesuai dengan kayakinannya.
2. Iman yang Batil; yaitu iman yang ditujukan kepada selain Allah, tidak sesuai dengan syariat Allah, beriman kepada dukun, sihir, ahli nujum (peramal) dan lain sebagainya, sebagaimana mereka juga yang senantiasa berpegang teguh pada keyakinan yang salah dan tidak mau menerima kebenaran yang diterima.
Iman adalah cara Allah memelihara jati diri manusia.
Jika difahami dengan seksama ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits nabi saw, maka akan ditemukan pentingnya iman pada diri setiap insan dalam menjalani hidupnya di muka bumi ini. Dengan iman maka hidup seseorang akan memiliki nilai, makna dan jati diri yang mulia disisi Allah, dan sebaliknya tanpa iman hidup manusia akan hampa, tidak memiliki nilai dan jati diri disisi Allah dan bahkan tidak berbeda dengan makhluk lain seperti binatang, bahkan lebih rendah dari binatang.
Marilah kita lihat beberapa ayat Allah tentang hakikat iman yang dapat memberikan setiap insan menggapai kemuliaan dan jati diri yang terbaik disisi Allah.

1. Manusia selalu dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman yang tidak akan mengalaminya. Allah berfirman:
وَالْعَصْرِ . إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Al-Asr:1-3)

2. Manusia adalah makhluk sempurna, namun kesempurnaannya akan dapat jatuh dan hina jika tidak dipertahankan dengan keimanan. Allah berfirman:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ . ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ . إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya . Kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya”. (At-Tiin:4-6)

3. Manusia yang beriman senantiasa mendapat kehidupan yang baik dan sejahtera serta ganjaran berlimpah disisi Allah. Allah berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (An-Nahl:97)

4. Manusia yang beriman, umurnya senantiasa dilimpahi keberkahan dan mendapat rahmat sepanjang hidupnya. Nabi saw bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُه
“Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan baik perbuatannya”. (TIrmidzi)

Dan Allah SWT juga berfirman:
وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan”. (Ali Imran:178)

Sementara itu, manusia tanpa akan mengalami kerugian besar, baik di dunia maupun diakhirat, bahkan Allah SWT mentamtsilkan orang-orang kafir dengan berbagai tamtsil yang sangat buruk.

1. Manusia tanpa iman, ibarat binatang hina bahkan lebih hina dari itu. Allah berfirman:
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا. أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka Apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?, Atau Apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)”. (Al-Furqan:43-44)

2. Manusia tanpa iman, segala perbuatannya bak fatamorgana yang akan hampa dan tanpa nilai yang berharga disisi Allah. Allah berfirman:
وَقَالَ الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا لَوْلَا أُنْزِلَ عَلَيْنَا الْمَلَائِكَةُ أَوْ نَرَى رَبَّنَا لَقَدِ اسْتَكْبَرُوا فِي أَنْفُسِهِمْ وَعَتَوْا عُتُوًّا كَبِيرًا . يَوْمَ يَرَوْنَ الْمَلَائِكَةَ لَا بُشْرَى يَوْمَئِذٍ لِلْمُجْرِمِينَ وَيَقُولُونَ حِجْرًا مَحْجُورًا . وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
“Berkatalah orang-orang yang tidak menanti-nanti pertemuan(nya) dengan Kami: “Mengapakah tidak diturunkan kepada kita Malaikat atau (mengapa) kita (tidak) melihat Tuhan kita?” Sesungguhnya mereka memandang besar tentang diri mereka dan mereka benar-benar telah melampaui batas(dalam melakukan) kezaliman”. Pada hari mereka melihat malaikat dihari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa mereka berkata: “Hijraan mahjuuraa. Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan”.(Al-Furqan:21-23)

Dan Allah juga berfirman:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللَّهَ عِنْدَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu Dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya”. (An-Nuur:39)

3. Manusia tanpa iman, kehidupannya bak laba-laba yang membuat sarang (jaring) sebagai tempat tinggal yang mudah dihancurkan. Allah berfirman:
مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ الْعَنْكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui”. (Al-Ankabut:41)

4. Manusia tanpa iman, kehidupannya bak anjing yang senatiasa menjulurkan lidahnya. Allah berfirman:
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir”. (Al-A’raf:176)