Selasa, 18 Mei 2010

Untuk Calon Suamiku : Jadilah Pemimpin yang Adil

By: Eva Ps El Hidayah

Seperti yang telah di tulis Untuk Calon Isetriku maka sama halnya aku pun tak melihat ketampanan wajahmu; aku tak meliahat harta yang kau miliki; juga aku tak melihat status sosialmu. Keteguhan iman dan semangat juangmu dalam membela Diinul Islam-lah yang membuat pilihanku jatuh padamu, tidak lebih.

Sebab aku sadar, ketampanan akan sirna bersamaan dengan lanjutnya usia. Harta yang kau miliki pun dalam sekejap bias punah jika Allah menghendaki, begitu juga status sosialmu akan tidak berarti apa-apa bila kelak kau sudah terbujur kaku menjadi mayat. Semuanya itu hanya akan menyesatkan dan menyeret kita kepada api naar (neraka) jika tidak kita peruntukan pada jalan Allah SWT.

Pilihanku seperti itu memang terdengar aneh. Tapi engkau harus tahu, jangan kau sangka semua wanita berfikir materialistis dalam memilih jodoh. Jangan kau samakan wanita muslimah dengan wanita lainnya. Bagi wanita muslimah, bukan harta, status sosial atau pun ketampanan wajah, melainkan keimanan dan ketakwaanlah yang menjadi ukuran. Begitulah yang Rasulullah saw ajarkan. Begitu juga yang pernah dikatakan oleh Al Hasan bil Ali r.a. “Nikahilah dengan pria yang paling besar takwanya kepada Allah SWT sebab, bila mencintai Istrinya, ia menghormatinya. Dan bila marah, ia tak akan berbuat zhalim terhadapnya”.

Calon suamiku, kelak kau pantasnya menjadi pemimpinku. Kau berjalan satu langkanh didepanku, dan bukan disampingku, dan bukan juga di ats kepalaku. Seperti yang telah Allah firmankan :
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka) …” (QS. An Nisa : 34)

Engkau pun tak boleh berjalan di belakangku, seperti bebek peliharaanku : yang berjalan bila ada isyarat telunjukku dan menuruti segala keinginanku tanpa reserve, Rasulullah sangat mencela suami seperti itu : “Celakalah suami yang menjadi budak isterinya.” (Al Hadits)

Calon suamiku, bila kelak menjadi nahkoda bahtera kehidupan dan pepimpin Negara kecil yang berdaulat; yakni rumah angga jadilah pemimpin yang adil dan bijaksan. Seperti yang engkau tahu, pemimpin yang adil, adalah satu dari tujuh golongan yang akan Allah beri naungan pada hari yang tidak ada lagi naungan (hari-akhir). Juga Allah SWT perintahkan dalam firmanya :

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan…….” (QS. An Nahl : 90)
Engkau kelak yang harus membimbing kami menjadi para pewaris Jannah (Surga) dan menyelamatkan anak isteri dari api neraka (Naar) : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Naar (neraka) yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaga malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim 6)

Ingatlah calon suamiku kitalah yang akan menciptakan rumah tangga sakinah, yang bagaikan Jannah (Surga), Baiti Jannati. Tempat kita melepas lelah setelah seharian kau memeras keringat mencari nafkah ; tempat melepas kasih sayang dan kerinduanmu pada isteri, dan buah hati tercinta. Disana pula tempat kita berteduh dari panas dan hujan, tempat kita berbincang tentang hari esok dan masa depan.

Calon suamiku, kau pun tahu, tidak ada rumah tangga sakinah yang patut kita teladani kecuali rumah tangga Rosulullah saw; tidak ada suami yang lebih kasih kepada keluarganya sekasih Rosulullah saw.
Suatu ketika Rosulullah saw pulang larut malam. Didapatinya rumah sudah terkunci rapat. Diketuknya pintu rumahnya beberapa kali dengan perlahan, tapi tak ada jawabannya : sepi. Tampaknya isterinya tercinta Siti Aisyah sudah tertidur lelap. Rosulullah saw tak ingin menggangu kenikmatan isterinya, beliau tak tak hendak membangunkannya. Beliau pun lantas membentangkan kain di dekat pintunya dan merebahkan badannya : tidur berselimutkan aingin malam yang menerpa dingin menembus tulang sumsum.

Tatkala Aisyah mendapati suaminya seperti itu, bertapa kagetnya ia, bertapa rasa berdosa menghujam hatinya. Sambil tersedu dan bersimpuh ia meminta maaf. Rosulullah hanya tersenyum dan berkata : “Apa yang harus kumaafkan isteriku? Kau tidak bersalah, aku sangat leleah dan perlu istirahat.” Lalu digandengnya isterinya masuk. Wahai calon suamiku, apakah Rosulullah saw ketika pulang itu dalam keadaan segar bugar? Tidak, sama sekali tidak. Pada saat itu, beliau tentu dalam keadaan letih setelah seharian mengurus ummat. Tapi beliau tak menjadikan isterinya bulan-bulanan marahnya karena kelelahan. Beliau pun tak menampar ataupun memukul isterinya atas kelalaiannya. Bertapa Rosulullah saw menghormati dan menghargai isterinya, bertapa beliau memahami kaeadaan isterinya. Begitulah rumah tangga yang dibimbing Dienul Islam.

Wahai calon suamiku, aku sadar bahwa aku dan anak-anakmu nanti kelak adalah cobaan bagimu, tapi harus kau tahu, aku tak akan menghalang-halangi engkau untuk berjuang di jalan Allah. Jangan kau merasa berat untuk menginggalkan kami, berangkatlah kalau itu memang panggilan Allah. Berjuanglah untuk menegakkan kalimatullah. Dan janganlah mundur walau sejengkal, aku tak tak suka itu. Aku tak ingin punya suami pengecut ! aku ingin kau jadi buah tutur yang baik, baik bagi anak cucu kitakelak agar mereka bangga mempunya ayah seorang mujahid. Dan engkau harus menjadi figur bagi mereka, jadi panutan dan uswah yang baik.

Bila engkau harus syahid di jalan-Nya. Dengarlah : Kuharamkan untuk menjerit dan melolong-lolong meratapi kepergianmu. Akau akan mengambil alih tugasmu mengayuh biduk yang kau tinggalkan. Aku mengikhlaskan engkau menghadap-Nya, aku tidak akan goyah dengan kepergiannamu, sebab aku yakin : Innallohuma’ana, Allah berserta kami.

Dan bila kelak keturunanmu sudah dewasa, mereka harus seperti ayahnya : teguh memperjuangkan Dienul Islam, berbaris dalam shaf terdepan bila ada seruan Allah, bukan pengecut dan bukan penghianat. Mereka bukan orang yang memeberikan pipi kiri bila di tampar pipi kanan. Mereka tak mengeluh bila datang cobaan. Dan mereka juga sepertimu : tidak pernah kering menyebut asma Allah. Dan aku akan dengan sekuat tenagaku mengantarkan mereka mengikuti jejak dan langkahmu.
Terakhir calon suamiku, aku sedikitpun tidak akan mencegah untuk menafkahkan rizki kita di jalan Allah. Jangn kau jadikan untuk kikir karena menafkahi keluarga.sebab dari harta itu bukan semata-mata karena cucuran keringatmu dan tetesan darahmu, tapi itu merupakan rizki yang Allah SWT curahkan untuk hamba-Nya. Jangan merasa berat; kita lahir kedunia tidak membawa apa-apa dan kita pun mati tidak akan membawa apa-apa kecuali amal shalih kita.

Calon suamiku, apa yang aku tuturkan disini bukanlah manis dibibir semata, tapi aku tulus dan sungguh-sungguh. Menginginkan calon suami yang benar-benar menjalankan misi dakwahnya hanya karena Allah SWT.

Dari calon Isterimu mujahidah Dakwah.
Wallahu’alam bish showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar