Minggu, 15 September 2013

Keterlambatan dan Putus Asa

Sejenak kemudian Rayha duduk terdiam. Senyumnya tetap terpajang dengan rapi. Tapi tatap matanya tampak nanar membisu. Sorot matanya yang penuh semangat seolah lenyap tertukar oleh sinar keputusasaan. Terlambat. Itulah penyebabnya.

Di bulan yang lalu, sudah sebagian gajinya dipotong karena datang terlambat. Kebijakan baru yang ditetapkan perusahaan tempat Rayha bekerja, membuat Ia harus rela kehilangan sebagian gajinya setiap kali waktu gajian tiba. Pasalnya, Rayha sering hadir setelah jadwal masuk berlalu.

'Ini adalah hal sepele. Datang lebih awal. Pasti takkan ada lagi pemotongan gaji.' celetuk Rayha dalam batinnya.  Padahal Rayha bangun pagi tidak terlambat. Di sebagian besar harinya Rayha bangun sebelum waktu shalat Shubuh tiba.

Berbagai kiat sudah Ia coba. Dan yang terakhir adalah dengan mempercepat jam di rumahnya. Bahkan Jam tersebut dibuat lebih cepat satu jam dari normal. Begitupun Ia tetap tak pernah datang tepat waktu apalagi lebih awal.

Sampai suatu pagi, Ia terduduk lemas. Bahkan Ia rebahkan tubuhnya. Tatkala melihat jam, waktu masuk sepuluh menit lagi. adahal waktu tempuh ke tempat kerjanya sekitar 20 menit lebih. Pasrah. semua tulang belulang Rayha terasa remuk. Matanya nanar. Darahnya bergemuruh. Rayha merasa seakan ingin mengobrak-abrik seluruh isi rumahnya.

'Yachhh, terlambat lagi, telat lagi. Kalo begitu, mending santai ajalah. toh sudah terlambat. diburu juga sudah telat.; Raiha membatin dengan berusaha tersenyum. Jadilah Ia santai dan bergerak seolah tanpa emosi.

Pada gilirannya, kutukan demi kutukan Rayha alamatkan pada dirinya sendiri. Dasar manusia laknat. Di saat dituntut tiba di tempat kerja tepat waktu aja tidak bisa. Tapi kalo gajian mau gaji yang banyak dan mewah. Munafik. Tatkala melihat informasi kondisi para PNS yang telat, bencinya bukan kepalang. Tapi untuk dirinya sendiri, tak ada hari tanpa telat. Inikah pertanda menjadi penghuni neraka? Bagaimana mau mengurusi urusan yang berat dan banyak. sedangkan untuk hal sepele saja tak bisa. Takkah malu pada anak-anakmu yang berangkat lebih awal dan tak kenal kata telat tiba di sekolahnya? Orang lainkah yang menyebabkan keterlambatanmu?

Pikiran Rayha terus berkecamuk. Bahkan terpikir untuk berhenti dari pekerjaannya. Hari itu, hari keputusasaan seorang Rayha terhadap masalahnya yang sepele.



NB: Rayha adalah nama tokoh tanpa bermaksud mengalamatkan cerita ini kepada siapapun yang bernama sama dengan tokoh.
Salam semangat!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar